Sabtu, 22 Agustus 2015

Mon Sourire Foux Part 2: Kemana Ozy?


Mon Sourire Foux

Part 2

Author; nayamumt (twitter)

‘Kemana Ozy?’

~

Acha sendiri ikut tersenyum, ia juga menganggap Keke sangatlah cantik dan manis. Pastinya hatinya juga.

 

“Oh iya. Kayaknya kalau Keke duduk sama Ozy gimana? Kalau di belakang kasian Keke nya, ntar gak kelihatan.”

Acha mendelik kaget mendengar omongan bu Okky. Ada apa dengan guru itu? Dari cara berbicaranya yang tajam dan biasanya tak peduli menjadi begitu care dengan Keke. Dan terlebih lagi, kenapa ia harus kaget kalau Keke duduk bersama Ozy? Di kelas X dulu, Ozy juga sempat duduk dengan perempuan lain. Dan Acha biasa saja. Tapi entahlah, Acha merasa ada gejolak yang memaksanya untuk menahan Bu Okky mendudukkan Keke dengan Ozy. Tapi, itu tak mungkin dirinya lakukan kan?

 

‘Oke Acha. Kamu Cuma sahabatnya Ozy. Sahabat, oke sahabat! Mau Ozy duduk sama Keke kek, Dea kek, atau sama siapapun terserah aja. Lagian Ozy gak mungkin kan lupain kamu, Cha? Oke biasa aja Cha. Santai ...’ gumam Acha sendiri dalam hati.

 

Akhirnya beberapa menit kemudian, Keke dipersilahkan duduk disamping Ozy. Ozy yang memang dasarnya mudah bergaul, tersenyum kepada Keke. Ia menyapa Keke duluan.

 

“Achmad Fauzy Adriansyah. Atau ... Ozy.” Ozy mengulurkan tangannya. Yang langsung disambut hangat oleh uluran tangan Keke serta senyuman manisnya seperti gula aren (nahloh).

 

“Keke Angeline. Ng ... Keke,” Keke tersenyum malu. Sesegera mungkin ia mengalihkan pandangannya ke lain arah karena semburat merah muncul di kedua pipinya.

~

Keke POV.

 

Gue duduk sama cowok yang ganteng itu? Duh gak kebayang gimana hari-hari gue duduk disamping dia. Gue bakal berusaha semaksimal mungkin buat dia enjoy sama gue. Dan gue gak akan nyia-nyiain ini. semoga dengan gue deket sama dia, gue bisa ngelupain Deva.

Tunggu, gue duduk disamping dia. Apa yang mau gue omongin? Kalau dia jaim gimana? Kalau dia gak suka duduk sama cewek gimana? Aduh gawat, gawat, gawat!

 

“Achmad Fauzy Adriansyah. Atau ... Ozy.”

 

Gue baru sadar dia lagi ngenalin dirinya ke gue. Tunggu, dia juga ngulurin tangannya? Persis kayak masih SD aja. Bahkan kayaknya SD gue gak kayak gitu. Tapi itu gak membuat gue mau menolak uluran tangan dia.

 

Diluar dogaan, he’s so kind and ... handsome. Tapi, gue takut ini Cuma karena ada Bu Okky. Dan gue masih bingung sama suasana sekolah baru gue. Kayaknya diam lebih baik.

Tapi, gue akan berusaha untuk menjalani hari-hari gue senormal mungkin. Hari-hari dimana jauh sebelum gue kenal Deva.

~

KRING!!

Jam istirahat berbunyi membuat seisi kelas hendak bersorak. Untunglah mereka masih ingat ada Bu Okky di dalam sini. Tapi Bu Okky sepertinya mengerti, beliau langsung menyudahi pelajaran dan pergi keluar. Saat Bu Okky sudah berjalan 5 langkah keluar dari kelas itu ........

...........

“HOREEEEE!!” sorak anak-anak kelas XI-IPA1 termasuk Dea. Lain dengan Acha yang masih berkutat dengan soal Matematika, begitulah Acha. Ia selalu merasa penasaran dan tak akan menyerah.

“Cha? Pena gak perlu lo gigitin gitu kali! Udah istirahat juga. Lo mau menyia-nyiakan waktu 35 menit ke depan dengan soal-soal Matematika yang hampir bikin otak gue setengah sedeng ini?” tanya Dea.

“Nggak. Gue Cuma penasaran aja sama jawaban nih soal. Gue nitip aja deh, De. Bakpao coklat gimana?” tawar Acha memasang wajah tanpa dosa yang disambut Dea dengan tatapan tajam.

“NO! Gue males ntar balik ke kelas. Mending cari cogan-cogan SMA Harapan Bangsa di kantin. Atau coba langsung ngedeketin mereka?” Dea malah sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Ok. Lo duluan aja De, hushushhhhh.” Acha mengusir Dea layaknya kucing. Dea melengos dan berjalan pergi ke kantin.

Sekitar tiga menit kemudian,Acha mulai jenuh. Ia teringat sesuatu. Oh iya, Ozy! Acha segera melirik bangku Ozy yang kosong. Acha melengos kecewa. Kemana sih Ozy? Biasanya Ozy selalu menunggu dirinya untuk ke kantin bersama.

Dengan langkah berat, Acha pun melangkah ke kantin seorang diri.

~

Ajaibnya, di kantin masih banyak makanan enak yang bebas Acha beli. Semua terlihat enak dan Acha ingin menyantap semuanya. Untunglah ia masih bisa menahan dirinya agar tidak kalap makan terlalu banyak.

“Duh ... Ozy mana ya?” gumam Acha. “Apa SMS aja ya ...”

Ide bagus untuk segera men-SMS Ozy! Acha menimang-nimang handphonenya, semenit kemudian (lama banget ya-_-) ia pun memutuskan untuk menghubungi Ozy.

‘To: Ozy

Zy. Dimana? Kok ninggalin sih.’

Send! Acha segera mengantongi ponselnya dan berjalan ke area kantin sembari menunduk, entah kenapa ia merasa aneh jika tak ada Ozy disampingnya. Oke Acha, bersikaplah biasa saja!

Karena menunduk terlalu lama, Acha menabrak bahu seseorang. Sungguh itu tak disengaja! Acha segera menoleh, dan melihat siapa yang ditabraknya.

Dia ...

Dia ....

Ray Prasetya!

Oh, Acha benar-benar kaget sekarang. Acha menutup mulutnya kaget, sedetik kemudian ia segera meminta maaf.

“Rey? Maaf ya, aku gak sengaja ... nggak apa-apa kan?” tanya Acha dengan tatapan menyesal. Kini Acha merasa, puluhan pasang mata melirik ke arahnya. Yang dipanggil Rey hanya menatap Acha tajam.

Rey? Siapa Rey? Oh, dia Ray Prasetya. Murid yang dikenal bandel dan sering keluar-masuk ruang BP. Entah sudah berapa poinnya, tapi ia belum juga di out dari SMA ini. bingung juga kenapa ia bisa masuk di SMA ini.

Jangan mencoba-coba menabrak bahu Rey, jangan coba-coba menatap Rey terlalu lama, jangan coba-coba bersenggolan dengan Rey, jangan coba-coba melanggar perintah Rey, dan apalagi meludahi Rey. Atau .... kamu siap untuk dikerjai habis-habisan oleh Ray dan kawan-kawan.

Ray menatap Acha tajam dan malas. Ia segera menatap Acha dengan tatapan menyebalkan.

“Cih. Berani-beraninya ya lo nabrak bahu gue sampai gue kedorong ke belakang? Ternyata lo berani juga ya.” Ray tersenyum miring. Membuat Acha semakin takut, dengan cepat Acha menunduk.

“Tatap gue!” Ray mulai berseru dan menarik dagu Acha. Membuat Acha terpaksa melihat ketampanan Ray (errr, lupakan. Ini efek penulis juga RayReady).

 

“Karena lo cewek, lo gak akan berurusan dengan gue.” Ujar Ozy pelan sambil menatap Acha lekat-lekat. Acha menghembuskan nafas sedikit lega.

 

“NGGAK! Itu bukan jadi alasan. Lo tahu kan, gue gak akan semudah itu ngelepas mangsa?” tambah Ray.

Apa? Mangsa? Ray kira Acha ini apa? Acha tambah ketakutan. Berharap seseorang melawannya.

 

Ray menatap kedua bola mata Acha. Lalu berpindah, ia melihat dari ujung rambut sampai kaki. “Well, lo cukup cantik.” Ray mengelus rambut panjang Acha. Membuat Acha bergidik. Ray menggenggam jemari tangan Acha.

 

“Tapi, lo bakal dapet ini dari gue." Ray tersenyum miring, lalu sebelah tangannya mengambil air es yang ada di salah satu meja kantin dan ...
BYURRRR!
Menyirami satu gelas air es itu dari atas rambut Acha.
"Owwww ..." desis beberapa anak di kantin merasa kasihan, tapi tak mau berurusan dengan Ray.

Belum hilang rasa kaget Acha, Ray kembali mengguyur dengan segelas air es lagi. Berturut-turut hingga tiga kali. Dan untuk yang terakhir, Ray mengguyur kepala Acha dengan es jeruk. (abis berapa itu duit Rey?salah fokus salah fokus :v ) Membuat kepala Acha lengket-lengket sekarang.

Rey tertawa. "Mending kan gue kasih cuma kayak gini? Nggak pake cara yang lebih kasar."
Kemudian, Ray dan rekan-rekannya pergi. Menyisakan Acha yang terdiam dipandangi puluhan pasang mata.

"Masya Allah, Achaaaa! Lo kenapa?!" sebuah suara yang dikenali Acha membuat Acha sedikit tersadar dari diamnya. Tapi tak membuat Acha menoleh. Sampai si sumber suara itu datang, Acha tak bisa menahan untuk memeluk si sumber suara itu.

BRUK.

~
Lah itu saha lagi?
Maaf gak jelas banget ini cerbung._.


Semoga masih mau baca part 3 ya ><
Saya post minggu pagi deh ^,^
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar