Sabtu, 22 Agustus 2015

Mon Sourire Faux Part 1: Murid Baru? Dia Manis.

[Mon Sourire Faux itu Bahasa Prancis. Kalau di google translate artinya 'senyuman palsuku'. Maaf kalau salah nih, soalnya cuma pakai google translate bukan tanya ke ahli bahasa Prancis -,-]
.
Mon Sourire Faux
Part 1
‘Murid Baru? Dia Manis!'
~
Cast: Anak-Anak Idola Cilik.
~
Mentari mulai memancarkan sinarnya. Udara pagi yang tadinya sangatlah dingin berubah sedikit hangat. Langkah tak beraturan terdengar dari tangga sebuah rumah berpagar abu-abu.
Larissa Safanah Arif, atau akrab disapa Acha. Gadis itu kini sudah berumur 16 tahun, dan ia sedang menjalani hari-harinya di kelas XI. Sebenarnya waktu sudah menunjukkan pukul 06.40. Itu artinya ...
TOKTOKTOK.
Pintu rumah Acha diketuk seseorang. Acha sudah hafal betul siapa yang mengetuk. Ia langsung berlari ke ruang makan dan menyambar roti serta selai stroberi dengan cepat. -,-
“Acha? Astaghfirullah .... pelan-pelan nak, kan sudah SMA kamu ini masih aja grasak grusuk.” Muncul Mama Acha dari arah lain, dan masih memakai celemek. Gadis yang dipanggil Acha itu hanya nyengir.
“Itu pasti Ozy udah diluar Ma! Acha gak mau bikin Ozy nunggu.” Jawab Acha. Sedetik kemudian ia menggigit rotinya dengan cepat.
“Hhh ...” Mama menghembuskan nafasnya kasar. “Mama udah tahu, kok. Semalam kamu begadang buat tugas, jadi pasti paginya bangun telat. Jadi Mama udah bekalin sarapannya. Itu.”
 
Mama menunjuk kotak bekal dengan tutup berwarna merah milik Acha. Acha tersenyum riang dan segera meraihnya. “Makasih Maaaaaaa. Mmuaahh.” Satu kecupan medarat di pipi Mamanya.
“Iya-iya, sana berangkat. Ozy nya kasian nunggu lama,” Mama tersenyum. Acha mengangguk dan segera berpamitan. Ia meraih sepatu tali nya dan menjenjeng keluar rumah.
 
Cklek! Acha membuka pintu rumahnya dan sesosok pria yang lebih tinggi beberapa senti dari Acha berdiri dengan senyuman manisnya.
 
“Maaf Zy! Lama ya? Biasalah, kamu tahu aku lama.” Acha nyengir kuda. Ozy mengangguk mengerti.
“Elahhh ... biasa ajalah Cha! Kita udah sahabatan berapa tahun, sih? Masa gue nggak tahu sahabat gue ini males banget bikin tugas jadi malamnya dikebutin.” Tebak Ozy sambil tersenyum penuh arti.
“Loh? Zy? Kamu tahu darimana.” Tanya Acha kaget.
“Itu .... semalem gue mau nganterin titipan Mama gue jam 12 an. Sebenarnya mau paginya, tapi mumpung itu sekalian ke minimarket jadi sekalian anterin ke rumah elo Cha. Dan gue liat elo lagi setengah tidur di sofa, yang bukain Tante Maya.” Jawab Ozy. Tante Maya adalah mama Acha.
 
“Gitu ya? Duhh aku nggak inget sama sekali. maaf ya, Zy?” Acha nyengir lagi. Ia mencoba memutar otak, memangnya semalem Ozy dateng ya? Kemudian, Ozy mengangguk.
 
“Masih diem? Nggak takut telat?” goda Ozy.
“Ihhh... kelamaan ngobrol nih! Ya udah yuk,” Acha menarik tangan Ozy. Ozy tersenyum saja.
~
Dalam waktu 15 menit, motor Ozy sudah terparkir di halaman SMA Unggul Harapan Bangsa. Beruntung sekali, dua sahabat itu bisa masuk SMA favorit ini dan selalu satu kelas dari kelas 10. Seperti biasa, Acha dan Ozy berjalan berbarengan. Karena mereka bersahabat, itu biasa saja bagi keduanya. Tapi tidak untuk beberapa anak yang tidak tahu ‘sejarah’ mereka sejak kecil.
 
“Pagiiii Achaaaa.” Suara riang Dea mulai terdengar. Ozy dan Acha spontan menoleh ke sumber suara.
 
“Eh, pagi ya De.” Jawab Acha sembari memasang senyumannya. Acha menaruh tasnya disamping Dea. Dea adalah sahabat karibnya sejak kelas XI ini. dulunya Dea anak X-MIA5. Sekarang XI-MIA1 bersama Acha. Acha dan Ozy dulunya juga sekelas, yaitu X-MIA7.
 
Ozy sendiri duduk satu meja di sorong kiri Acha, sendirian. Teman duduknya, Rio sakit sejak beberapa hari lalu. Acha sebetulnya ingin sekali pindah duduk disamping Ozy, tapi ia tidak enak hati dengan Dea dan anak-anak lainnya.
 
Bel berbunyi, membuyarkan lamunan Acha.  Acha segera mengeluarkan buku paket Matematika karena sebentar lagi Bu Okky akan mengajar di kelas Acha.
 
“Cha, PR udah lo kerjain? Mampus gue gak kerjain ...,” bisik Dea.
“Eh? Aku? Udah kerjain kok. Kamu mau lihat, De?”tanya Acha. Dari tutur bahasa saja sudah keliatan Dea dan Acha sangatlah berbeda. Acha sendiri lebih terbiasa ngomong ‘Aku-kamu’ ke setiap orang, sedangkan Dea dan anak-anak lain lebih suka ngomong ‘lo-gue’.
 
“Duh, gimana ya? Mau lihat juga pastinya pengen banget tapi gue takut ketahuan. Kalo nggak kerjain ... gue pastinya dapet hukuman dari Bu Okky. Duhhh poin gue nambah deh.” Cetus Dea menyesal.
 
“Udahlah De. Kamu jujur aja. Bukannya aku gak mau lihatin, but ... she loves honesty.” Acha mengulum senyum. Dea pun mengangguk.
 
Suara hak sepatu yang berbenturan dengan lantai mulai terdengar. Suara deheman yang keras membuat seisi anak kelas Acha menyadari siapa yang akan masuk. Pastinya, Bu Okky dengan rambutnya yang disanggul dan wajahnya yang penuh make up. Antara lipstik, blush on, maskara, dan yang lainnya entah apa Acha tidak tahu. Karena Acha, kalau memakai make  up hanya sekedarnya saja, dan Acha sangat jarang make up-an.
 
Yang ditunggu beneran datang. Perempuan berumur 35 tahunan lebih dengan sorot matanya yang sayu. Eh, kenapa?  Omong-omong soal penampilannya, tata rambutnya masih disanggul, dan hari ini ia memakai rok ketat dibawah lutut berwarna merah. Tatapan mata Bu Okky yang tidak memancarkan keseriusan membuat keanehan tersendiri. Apalagi make  up yang dipakai beliau tidak terlalu menor dan tebal sekarang. Hanya lipstik dan sedikit blush on merona di pipinya.
 
Eh, tapi disebelah Bu Okky ada seorang gadis memakai seragam SMA ini juga.
“Pagi.” Sapa Bu Okky, lalu beliau terbatuk. Oh mungkin beliau sedang flu, itu penyebab sorot matanya tidak bersemangat.
“Pagi.” Jawab beberapa anak. Sisanya tanpa tak bersemangat dan kehilangan mood pagi ketika melihat bu Okky.  Tapi mereka bingung dengan gadis disebelah bu Okky.
 
“Kalian pasti bertanya-tanya ya? Ini murid baru di kelas ini. namanya, Keke Angeline pindahan dari Bali.” Kata Bu Okky.  “Dia baru pindah kesini 1 minggu lalu, dan baru sekolah hari ini. kalian bisa kenalan di jam istirahat, dan mohon bantuannya untuk berteman dengan Keke.”
 
Semua anak hanya mengiyakan saja. Sebagian anak laki-laki mulai tersenyum-senyum sendiri dan saling berbisik “Manis woi. Gue gebet ye” dan lain-lain. Yang dipanggil Keke hanya tersenyum, mungkin masih bingung dengan suasana kelas barunya.
 
Acha sendiri ikut tersenyum, ia juga menganggap Keke sangatlah cantik dan manis. Pastinya hatinya juga.
 
“Oh iya. Kayaknya kalau Keke duduk sama Ozy gimana? Kalau di belakang kasian Keke nya, ntar gak kelihatan.”
~
Bersambung :p
Gaje ya? Iya sudah aku dugaL
Cuma mau numpahin segudang ide ke dalam bentuk tulisan. Insya Allah di next malam ini/besok deh. Insya Allah.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar